Senin, 05 Januari 2015

IX. PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL

Pertentangan Sosial
Pertentangan sosial merupakan suatu konflik yang biasanya timbul akibat faktor-faktor sosial, contohnya salah paham. Pertentangan sosial ini adalah salah satu akibat dari adanya perbedaan-perbedaan dari norma yang menyimpang di kehidupan masyarakat. Pertentangan sosial dapat terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pertentangan sosial, antara lan:
• Rasa iri antara satu sama lain
• Adanya rasa tidak puas dengan perlakuan atau tindakan yang diterima dan diberikan oleh orang lain
• Adanya adu domba diantara masyarakat, kelompok, atau di dalam pemerintahan
Contoh pertentangan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah tawuran. Tawuran ini biasanya terjadi di kalangan akademik baik pelajar maupun mahasiswa, namun terkadang bisa terjadi juga diantara suatu kelompok masyarakat tertentu. Tawuran ini terjadi akibat adanya tindakan saling ejek atau menjelek-jelekan antara satu sama lain. Namun ada juga yang terjadi akibat masalah pribadi seseorang. Biasanya seseorang yang tersinggung atas perkataan atau perbuatan orang lain meminta bantuan teman-temannya untuk membalas tindakan yang diterimanya dengan cara kekerasan salah satunya tawuran.
Tawuran sendiri adalah tindakan yang sangat merugikan bagi orang lain maupun bagi yang melakukan tawuran tersebut. Untuk orang lain yang tidak bersalah dan tidak tahu apapun mereka merasa terganggu dengan keributan dan kerusakan yang diakibatkan dari tawuran itu sendiri. Mereka merasa takut karena biasanya para pelaku tawuran merusak fasilitas umum yang ada di sekitar lokasi tawuran itu sendiri.
Integrasi
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dapat dikatakan pula integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda di dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan bermasyarakat yang memiliki keserasian fungsi.
Jadi integrasi dalam masyarakat dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana kelompok-kelompok etnik tertentu dapat beradaptasi dengan kebudayaan mayoritas di sekitar masyarakat khususnya di lingkungan yang mereka tempati namun tanpa menghilangkan kebudayaan mereka sendiri. Integrasi ini juga bisa sebagai pengendali atas konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem tertentu.
Integrasi ini sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapai berbagai tantangan, baik berupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Bentuk integrasi sosial, antara lain:
• Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai ciri budaya asli
• Akulturasi, yaitu penerimaan kebudayaan asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli
Untuk akulturasi seharusnya masyarakat bisa membatasi dan menyaring masuknya budaya asing yang diterima di dalam kehidupan bermasyarakat agar masyarakat bisa menilai mana yang harus diikuti dan mana yang tidak boleh diikuti. Karena masyarakat memiliki standar budaya tersendiri dan budaya yang dimiliki oleh setiap kelompok berbeda-beda. Misalnya saja budaya barat terkadang berbeda dengan budaya timur. Apa yang diperbolehkan di budaya barat tidak diperbolehkan di budaya timur.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya integrasi dalam masyarakat:
• Faktor Internal
1. Kesadaran diri sendiri
2. Tuntutan kebutuhan
3. Jiwa dan semangat gotong royong
• Faktor eksternal
1. Tuntutan perkembangan zaman
2. Persamaan kebudayaan
3. Terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
4. Persamaan visi, misi, dan tujuan
5. Sikap toleransi
6. Adanya tantangan dari luar
• Homogenitas kelompok
• Besar kecilnya kelompok
• Mobilitas geografis
• Efektivitas komunikasi
• Integrasi antara dua hati
Syarat berhasilnya integrasi sosial:
• Bisa mengendalikan perbedaan atau konflik yang terjadi, bukan malah sebaliknya
• Setiap warga dapat saling mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya
Sumber:

VIII. ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

Judul "Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan" memberi petunjuk adanya sesuatu yang intern, mungkin permasalahannya ialah adanya kontinuitas dan perubahan, harmoni atau disharmoni. Tidak mustahil ketiga masalah ini akan melihat masa lampau atau masa depan yang penuh dengan ketidakpastian dan dapat melibatkan perdebatan semantika.
Keperluan sekarang adalah pengetahuan ilmiah yang harus ditingkatkan karena pengetahuan, perbuatan, ilmu dan etika makin saling bertautan. Berulang kali harus diambil keputusan dalam menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan merupakan bagian-bagian yang tidak dapat dibebaskan dan dipisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi, interelasi, interdependensi dan ramifikasi (percabangannya).

ILMU PENGETAHUAN
Di kalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatis. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decades ilmu pengetahuan merupakan serba budi. Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin. Immanuel Kant mengartikan pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Teori Phyroo mengatakan bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Untuk membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori kebenaran pengetahuan. Banyak teori dan pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari definisi ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuwan sendiri sudah ada keseragaman pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir saja.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikat yang bersifat ilmiah. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat hal :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih
2. Selektif
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian

TEKNOLOGI
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi, menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. "Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisika dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani." (Eugene Staley, 1970)
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan sosial
b. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
c. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis
d. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
e. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
f. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
g. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri

Teknik-teknik manusiawi yang dirasakan pada masyarakat teknologi, terlihat dari kondisi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia pada saat ini telah begitu jauh dipengaruhi oleh teknik. Gambaran kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Situasi tertekan
2. Perubahan ruang dan lingkungan manusia
3. Perubahan waktu dan gerak manusia
4. Terbentuknya suatu masyarakat massa
5. Teknik-teknik manusiawi dalam arti ketat

Akibat kondisi yang dipaparkan tadi, dampak tenik itu sendiri bagi manusia sudah dirasakan dan fenomenanya nampak. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka nasional seperti kemiskinan.
Teknologi tepat guna sering tidak berdaya menghadapi teknologi barat, yang sering masuk dengan ditunggangi oleh segilintir orang atau kelompok yang bermodal besar. Ciri-ciri teknologi barat tersebut adalah :
1. Serba intensif dalam segala hal
2. Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat ketergantungan
3. Kosmologi atau pandangan teknologi barat adalah menganggap dirinya sebagai pusat yang lain feriferi, waktu berkaitan dengan kemajuan secara linier, memahami realitas secara terpisah dan berpandangan manusia sebagai tuan atau mengambil jarak dengan alam

ILMU PENGETAHUAN DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar kaitannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang ada pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduk perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pimikiran yaitu, yang menyatakan ilmu bebas dan nilai yang menyatakan ilmut tidak bebas nilai.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu : Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis.
Komponen Ontologis kegiatannya adalah menafsirkan hikayat realitas yang ada, sebagaimana adanya (das sein), melalui desuksi-desuksi yang dapar diuji secara fisik. Artinya ilmu harus bebas dari nilai-nilai yang sifatnya dogmatik.
Komponen Epistemologis berkaitan dengan nilai atau moral pada saat proses logis-hipotesis-verifikasi. Sikap moral implisit pada proses tersebut. Asas moral yang terkait secara eksplisit yaitu kegiatan ilmiah harus ditujukan kepada pencarian kebenaran dengan jujur tanpa menduhulukan kepentingan kekuatan argumentasi pribadi
Komponen Aksiologis artinya lebih lengket dengan nilai atau moral. Dimana ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan demi kemaslahatan manusia. Ilmu adalah bukan tujuan tetapi sebagai alat atau sarana dalam rangka meningkatkan taraf hidup manusia, dengan memperhatikan dan mengutamakan kodrat dan martabat manusia serta menjaga kelestarian lingkungan alam.

KEMISKINAN
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. (Emil Salim, 1982)
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan dan sebagainya
b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri
c. Tingkat pendidikan mereka rendah
d. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas, berusaha apa saja
e. Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan

Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan kedalam tiga unsur,
1. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan buatan

Kemiskinan buatan ini, selain ditimbulkan oleh struktur ekonomi, politik, sosial dan kultur juga dimanfaatkan oleh sikap "penenangan" atau "nrimo", memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan.




Sumber : 
http://bobungga.blogspot.com/2012/01/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan.html
http://rnpr.blogspot.com/2012/10/ilmu-sosial-dasar-bab-7-ilmu.html

VII. MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN

MASYARAKAT PEDESAAN

Pengertian Desa/Pedesaan :

Menurut  Sutardjo Kartohadikusuma :
“Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.”

Menurut R.Bintarto :
”Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, social, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain”

Menurut Paul h. Landis :
”Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa”

Ciri-ciri masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:

Ø  Memiliki hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
Ø  System kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau paguyuban)
Ø  Sebagian besar warga masyarakat hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time)
Ø  Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.
Ø  Masyarakat pedesaan identic dengan istilah ‘gotong-royong’ yang merupakan kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kerja bakti itu ada dua macam:

FUNGSI DESA
Ø  Desa merupakan “hinterland” berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok.
Ø  Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ø  Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industry, desa nelayan dan sebagainya.

Dari uraian tersebut maka secara singkat ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • Homogenitas social
Bahwa masyarakat desa terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen.
  • Hubungan primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah.
  • Kontrol sosial yang ketat
Setiap anggota masyarakat saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota lain bahkan ikut menyelesaikannya.
  • Gotong royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya.
  • Ikatan sosial
Setiap anggota masyarakat pedesaan diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat.
  • Magis religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam.
  • Pola kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik  pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan  masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
Ø  Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Ø  Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
Ø  Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
Ø  Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
Ø  Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
Ø  Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor waktu bagi warga kota.
Ø  Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Perbedaan Masyarakat Kota dan Desa
  • jumlah dan kepadatan penduduk
  • lingkungan hidup
  • mata pencaharian
  • corak kehidupan sosial
  • stratifikasi sosial
  • mobilitas sosial
  • pola interaksi sosial
  • solidaritas sosial
  • kedudukan dalam sistem hirearki administrasi nasional

Interaksi Masyarakat Pedasaan dan Perkotaan

Interaksi kota dan desa atau Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsunghubungan timbal balik yang saling mempengaruhi sehingga terjadi perpindahan barang, gagasan/informasi, inovasi, manusia dan energi

Dampak positif
Ø  Pengetahuan penduduk desa meningkat
Ø  Banyak guru dari kota menjadi penggerak pembangunan desa
Ø  Transportasi desa-kota semakin lancar menyebabkan komuniklasi dan pergerakan barang semakin lancar
Ø  Tekhnologi tepat guna dibidang pertanian, peternakan dapat meningkatkan produktifitas desa
Ø  Masuknya para ahli berbagai disiplin ilmu kedesa

Dampak negative
Ø  Modernisasi kota dapat mengubah cara hidup pemuda desa
Ø  Pengaruh televisi dan film kekerasan dan berbahaya bagi budaya masryarakat desa
Ø  Perluasaan kota dapat menyebabkan alih fungsi lahan di desa
Ø  Masuknya kehidupan kota yang kurang sesuai budaya desa dapat mengubah tata pergaulan dan budaya desa
Ø  Meningkatnya pengangguran, tunawisma, tuna susila di kota.






VI. PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

A. PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL

Dalam masyarakat di mana kamu tinggal, kamu dapat menjumpai orang-orang yang termasuk golongan kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu itu disebut dengan pelapisan sosial. Pelapisan sosial secara umum dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejal sosial yang sifatnya umum pada setiap masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322 SM) telah menyatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Setelah kamu memahami pengertian stratifikasi sosial secara umum, kini cobalah untuk menyimak pendapat beberapa ahli tentang pelapisan sosial.


a. Pitirim A. Sorokin
Pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat. Setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa pelapisan sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisan-lapisan di dalam masyarakat memang tidak jelas batas-batasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan akan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial yang secara relatif adalah sama.


b. P.J. Bouman
Pelapisan sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.


c. Soerjono Soekanto
Pelapisan sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.


d. Bruce J. Cohen
Pelapisan sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.


e. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Pelapisan sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.

A.1  TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL 
Proses terbentuknya pelapisan sosial dapat terjadi melalui dua cara, yakni secara alamiah dan secara disengaja atau direncanakan oleh manusia. Pelapisan sosial yang terjadi secara alamiah tidak dapat dilepaskan oleh kecendrungan bakat, minat, dan dukungan lingkungan. Misalnya dilingkungan pantai berkembang masyarakat nelayan, di sekitar lahan yang subur berkembang masyarakat petani, dan banyak lagi contoh-contoh lain yang berhubungan dengan proses pelapisan sosial secara alamiah. Adapun pelapisan sosial yang sengaja direncanakan oleh manusia dapat diperhatikan pada organisasi politik seperti pembagian kekuasaan, pembentukan organisasi politik, dan lain sebagainya.

a. Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Di pandang dari sudut ekonomi terdapat tiga lapisan masyarakat, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Masyarakat kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi dengan kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan kelompok orang yang berkecukupan, yakni mereka yang berfkecukupan dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan masyarakat kelas bawah (lower class) merupakan sekelompok orang miskin yang sering mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan.

b. Pelapisan Sosial Bersdasarkan Kriteria Sosial
Sehubungan dengan status sosial, Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian, yakni ditinjau dari sudut obyektif dan subyektif. Secara obyektif, status sosial merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara hierarkis terdapat dalam suatu struktur formal sebuah organisasi. Secara subyektif, status sosial merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang yang terkait dengan siapa seseorang tersebut berhubungan. Dalam kaitan ini, secara subyektif seorang bisa saja memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi atau lebih rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk memberikan penilain, apakah seseorang memiliki status sosial lebih tignggi atau lebih rendah dalam kehidupan sosial. Talcot Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut:
  • Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawwanan, ras, dan lain-lain.
  • Kepemilikan, yakni status yang dipeeroleh berdasarkan harta yang diperoleh berdasarkan harta yang dimiliki oleh seseorang, seperti miskin, sedang, dan kaya.
  • Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan kualitas-kualitas kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan, dan lain-lain.
  • Otoritas, yakni status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk memengaruhi orang lain sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan.
  • Prestasi, yakni status yang diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
c. Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Status sosial yang berdasarkan kriteria politik merupakan penggolongan anggota masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mac Iver mengemukakan tiga pola umum dalam sistem pelapisan kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarkhis, dan tipe demokratis.
Pola pelapisan sosial tipe kasta memiliki garis pemisah yang sangat tegas dan sulit ditembus. Pola pelapisan kekuasaan tipe kasta ini dapat diperhatikan pada sistem kekuasaan yang terdapat pada kerajaan-kerajaan. Pola pelapisan kekuasaan tipe oligharkis juga menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara tiap-tiap lapisan, akan tetapi perbedaan antara tiap-tiap pelapisan tersebut tidak terlalu kaku.
Adapun dalam referensi lain dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut:

#Ukuran Kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

#Ukuran Kekuasaan dan Wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

#Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghoramti orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

#Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar umtuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

B. KESAMAAN DERAJAT

Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.

Negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki landasan moral atau hukum tentang persamaan derajat.
  • Landaasan Ideal: Pancasila
  • Landasan Konstitusional: UUD 1945 yakni:
    • Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3, dan 4
    • Batang Tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, ps. 28, ps. 29, ps. 30, ps. 31, ps.32, ps.33, dan ps. 34 lihat amandemennya.
  • Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.

Makna Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
Setiap warga negara berhak mendapatkan hak-hak azasinya yang meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak asasi politik, hak asasi sosial dan kebudayaan, hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta hak asasi terhadap perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum.

Alinea pertama adalah suatu pengakuan hak asasi kebebasan atau kemerdekaan semua bangsa dari segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain.

Alinea kedua adalah pengakuan hak asasi sosial yang berupa keadilan dan pengakuan asasi ekonomi yang berupa kemakmuran dan kesejahteraan.

Alinea ketiga adalah hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada semua bangsa.

Alinea keempat adalah memuat tujuan negara.

Pola Batang Tubuh UUD 1945
Di dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat beberapa ketentuan yang mengatur persamaan derajat manusia yang dicantumkan sebagai hak dan kewajiban warga negara, antara lain:
  • Segala warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1).
  • Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
  • Kebebasan berserikat, berpendapat dan berpolitik (pasal 28).
  • Kebebasan memeluk dan melaksanakan agama/kepercayaan (pasal 29 ayat 1).
  • Hak dan kewajiban membela negara (pasal 30).
  • Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran (pasal 31).
    • Dan amandemen kedua dicantumkan pada pasal 28a - 28 j.

Persamaan Derajat di Dunia
dimuat dalam University Declaration of Human Right (1948) dalam pasal-pasalnya seperti :
  • (Pasal 1) sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. mereka dikaruniai akal budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan
  • (Pasal 2 ayat 1) setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum tanpa terkecuali apapun seperti bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, dll
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan  satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama  sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.

Sumber :
Harwantiyoko, Neltje F.Katuuk. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta. 1996
Masykur, Ahmad. Persamaan Derajat.